@abby_gabritnizt
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam system
pemerintahan Republik Indonesia, Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan. Dalam upaya
mewujudkan tujuan nasional, pemerintah menyelenggarakan berbagai program dan
kegiatan yang direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan oleh setiap unsur
yang ada dalam pemerintahan seperti departemen/lembaga. Konsekuensi yang logis
bahwa untuk menyelenggarakan pemerintahan dibutuhkan dukungan dana/pembiayaan
dan sumber daya lainnya.
Presiden
selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan Negara
sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Sesuai dengan prinsip otonomi
daerah, kekuasaan ini khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan keuangan
daerah, oleh Presiden diserahkan kepada Gubernur/BupatiWalikota selaku kepala
pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah
daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Keuangan Daerah?
2. Bagaimana proses Pengelolaan Keuangan Daerah !
3. UU apa saja yang menyangkut tentang Keuangan Daerah?
C. Tujuan
o Agar kita lebih memahami tentang Proses Pengelolaan
Keuangan Daerah
o Agar kita dapat mengetahui UU apa saja yang menyangkut
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Keuangan Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah pasal 1 angka 5 menyebutkan bahwa "Keuangan
Daerah adalah
semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut."
Peraturan Menteri
Dalam negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
pada pasal 1 angka 6 bahwa "Keuangan Daerah adalah semua hak
dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut."
B. Pentingnya Pengelolaan Keuangan Daerah
Pengelolaan keuangan
Negara/daerah di Indonesia telah banyak mengalami perubahan (perbaikan) seiring
dengan semangat reformasi manajemen keuangan pemerintah untuk mencapai
keberhasilan Otonomi Daerah. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya paket peraturan
perundangan di bidang keuangan Negara beserta peraturan-peraturan turunannya
yang juga telah banyak mengalami revisi dan penyempurnaan. Beberapa peraturan
terkait dengan implementasi Otonomi Daerah yang telah dikeluarkan adalah paket
undang-undang bidang keuangan negara yakni UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No. 15 tahun
2004 tentang Pemeriksanaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Dalam rangka mengimplementasikan
perundang-undangan bidang keuangan negara telah dikeluarkan berbagai aturan
pelaksanaan dalam bentuk peraturan pemerintah (PP), antara lain PP No. 20 tahun
2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah dan PP No. 21 tahun 2004 tentang Rencana
Kerja dan Anggaran Kementrian Negara/Lembaga, PP No. 24 tahun 2004 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan, dan lain-lain. Khusus berkenaan dengan
pengelolaan keuangan daerah dikeluarkan Peraturan Pemerintah No 58 tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Sebagai tindak lanjut PP No. 58 tahun 2005, Menteri Dalam Negeri telah
mengeluarkan Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah, dan terakhir telah direvisi dengan Permendagri No. 59/2007 tentang
Perubahan Atas Permendagri No. 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah. Peraturan ini khusus mengatur mengenai pedoman pengelolaan keuangan
daerah yang baru, sesuai arah reformasi tata kelola keuangan negara/daerah.
Perubahan yang sangat mendasar
dalam peraturan ini adalah bergesernya fungsi Ordonancering dari
Badan/Bagian/biro Keuangan ke setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan
SKPD sebagai accounting entity berkewajiban untuk membuat laporan keuangan SKPD
serta penegasan bahwa Bendahara Pengeluaran sebagai Pejabat Fungsional. Oleh karena
itu, setiap Bendahara Pengeluaran harus memiliki keahlian khusus di bidang
kebendaharaan dan dibuktikan dengan sertifikat keahlian dari lembaga yang
berwenang untuk menyelenggarakan Diklat Sertifkasi Bendahara Pengeluaran.
Peraturan-peraturan baru yang mengatur
tentang pengelolaan keuangan daerah tersebut di atas harus diimplementasikan
secara bertahap di tahun 2007-2008. Oleh karena itu, setiap Daerah harus mulai
mempersiapkan semua perangkat yang diperlukan termasuk menata dan meningkatkan
kemampuan SDM Aparaturnya khususnya di bidang keuangan guna mengantisipasi
perubahan-perubahan dalam pengelolaan APBD dan pertanggungjawabannya pada akhir
tahun anggaran. Berhasil-tidaknya pelaksanaan suatu sistem pengelolaan keuangan
daerah sangat tergantung dari kompetensi para pengelolanya sehingga peningkatan
kualitas SDM pengelola merupakan hal yang wajib dilaksanakan.
Pengaturan bidang akuntansi dan
pelaporan dilakukan dalam rangka untuk menguatkan pilar akuntabilitas dan
transparansi. Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan
transparan, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 mengamanatkan Pemerintah
Daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban berupa:
(1) Laporan Realisasi
Anggaran,
(2) Neraca,
(3) Laporan Arus Kas, dan
(4) Catatan atas Laporan
Keuangan.
Laporan keuangan dimaksud disusun
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Sebelum dilaporkan kepada
masyarakat melalui DPRD, laporan keuangan perlu diperiksa terlebih dahulu oleh
BPK.
Fungsi
pemeriksaan merupakan salah satu fungsi manajemen sehingga tidak dapat
dipisahkan dari manajemen keuangan daerah. Berkaitan dengan pemeriksaan telah
dikeluarkan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Terdapat dua jenis pemeriksaan yang
dilaksanakan terhadap pengelolaan keuangan negara, yaitu pemeriksaan intern dan
pemeriksaan ekstern.
Pemeriksaan
atas pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan sejalan dengan amandemen IV UUD
1945. Berdasarkan UUD 1945, pemeriksaan atas laporan keuangan dilaksanakan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). Dengan demikian BPK RI
akan melaksanakan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah. Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan keuangan ini,
BPK sebagai auditor yang independen akan rnelaksanakan audit sesuai dengan
standar audit yang berlaku dan akan mernberikan pendapat atas kewajaran laporan
keuangan. Kewajaran atas laporan keuangan pemerintah ini diukur dari
kesesuaiannya terhadap standar akuntansi pemerintahan. Selain pemeriksaan
ekstern oleh BPK, juga dapat dilakukan pemeriksaan intern. Pemeriksaan ini pada
pemerintah daerah dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Daerah / Inspektorat
Provinsi dan atau Kabupaten/Kota.
Sebagai
upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara/daerah adalah
penyampaian laporan pertanggung-jawaban keuangan pemerintah yang memenuhi
prinsip tepat waktu dan dapat diandalkan (reliable) serta disusun dengan
mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah diterima secara umum.
Hal ini diatur dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, PP No. 58/2005 dan Permendagri No.
13/2006 sebagaimana disebutkan di atas. Semua peraturan ini mensyaratkan bentuk
dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan
sesuai dengan SAP yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Laporan keuangan disusun untuk menyediakan
informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang
dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan
keuangan terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja,
transfer, dan pembiayaan dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi
keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan
membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.
Adapun
peranan laporan keuangan pemerintah meliputi :
(a) Akuntabilitas
Mempertanggungjawabkan
pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada
entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.
(b) Manajemen
Membantu para pengguna untuk
mengevaluasi pelaksanaan kegiatan entitas pelaporan dalam periode pelaporan
sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas
seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah untuk kepentingan
masyarakat.
(c) Transparansi
Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan
jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak
untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggung-jawaban
pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan
ketaatannya pada peraturan perundang-undangan.
(d) Keseimbangan Antargenerasi
(intergenerational equity)
Membantu para pengguna dalam mengetahui
kecukupan penerimaan pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh
pengeluaran yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan
akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut.
Laporan
keuangan pemerintah daerah sebagai bentuk pertanggung-jawaban pelaksanaan APBD
harus disusun/dihasilkan dari sebuah sistem akuntansi pemerintah daerah yang
handal, yang bisa dikerjakan secara manual ataupun menggunakan aplikasi komputer. Namun,
mengingat SDM Daerah yang masih sangat minim yang berspesialis di bidang
Akuntansi khususnya Akuntansi Keuangan Sektor Publik, maka akan lebih TEPAT
kalau menggunakan sistem aplikasi komputer yang komprehensif dan sudah teruji.
Hal ini akan dapat meminimalkan kesalahan proses akuntansi dan meningkatkan
kualitas laporan keuangan yang dihasilkan.
Adapun
ciri-ciri kualitas laporan keuangan yang bagus meliputi relevan, handal
(reliable), lengkap dan komprehensif (complete), serta dapat diperbandingkan
(comparable). Bangunan SAPD meliputi
serangkaian prosedur mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran (output).
MASUKAN meliputi seluruh transaksi keuangan pemerintah daerah (penerimaan,
pengeluaran, aset, kewajiban dan ekuitas) yang direkam dalam bukti yang sah
sebagai dokumen sumber. PROSES meliputi serangkaian prosedur akuntansi untuk
mengolah data transaksi keuangan pemerintah daerah, mulai dari pengumpulan
data, analisa transaksi, pencatatan dan pengihtisaran secara sistematis dalam
bentuk Jurnal dan Buku Besar/Buku Pembantu sampai penyiapan laporan keuangan.
KELUARAN merupakan informasi yang dihasilkan dari proses akuntansi dalam bentuk
laporan keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus
Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.
Perubahan
pendekatan akuntansi pemerintah daerah dari single entry menuju double
entrymerupakan perubahan yang cukup revolusioner. Kesiapan SDM daerah khususnya
di Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (Badan Pengelola Keuangan Daerah)
umumnya kurang memiliki latar belakang bidang akuntansi.
Oleh karena itu, penerapan pendekatan baru ini
relatif akan menghadapi banyak kendala yang cukup besar di daerah. Meskipun
pemerintah daerah sudah memiliki software akuntansi pemerintah bagi daerahnya,
namun demikian karena penguasaan terhadap akuntansi masih belum memadai, maka
kualitas laporan keuangan yang dihasilkan juga menjadi tidak memenuhi kaidah
pelaporan keuangan normatif sesuai yang disyaratkan Standar Akuntansi
Pemerintahan. Sistem pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel itu
sudah menjadi kebutuhan dalam rangka terciptanya good governance dan clean
government yang menjadi simbol reformasi pemerintahan secara umum. Untuk
itu upaya percepatan terhadap keberhasilan pembaruan (reformasi) manajemen
keuangan bagi pemerintah daerah sudah selayaknya mendapat perhatian serius.
C. UU tentang Keuangan Daerah
UU No.
17 tahun 2003 tentang
Keuangan Negara pasal 31, menyatakan bahwa Gubernur/Bupati/Walikota harus
membuat pertanggung-jawaban pelaksanaan
APBD dalam bentuk laporan keuangan yang telah diaudit oleh BPK. Laporan keuangan ini meliputi Laporan
Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus
Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan yang dihasilkan dari Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD).
Informasi akuntansi ini merupakan dasar
penting dalam pengambilan keputusan untuk alokasi sumber daya ekonomis. Laporan
keuangan dapat dihasilkan dengan diterapkannya suatu sistem dan prosedur akuntansi yang
terpadu dalam pengelolaan keuangan daerah.
UU No. 1
tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara pasal 51 ayat (2) menyatakan
bahwa Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku Pengguna Anggaran harus menyelenggarakan
akuntansi atas transaksi keuangan, aset,
utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan dan belanja, yang berada dalam tanggung
jawabnya. Setiap SKPD harus membuat laporan keuangan satuan kerja. Pasal 56 UU
ini menyebutkan bahwa laporan keuangan yang harus dibuat setiap satuan kerja
adalah Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan,
sedangkan yang menyusun laporan arus Kas adalah Kepala Satuan Kerja Pengelola
Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum daerah.
Peraturan
Pemerintah No. 58/2005
pasal 95 menyatakan :
(1)
Pemerintah daerah menyusun sistem akuntansi pemerintah daerah yang mengacu
kepada standar akuntansi pemerintahan.
(2) Sistem akuntansi
pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan kepala daerah
mengacu pada peraturan daerah tentang
pengelolaan keuangan daerah.
Permendagri
No. 13/2006 menyatakan
:
Pasal 232 :
(1) Entitas
pelaporan dan entitas akuntansi menyelenggarakan system akuntansi pemerintahan
daerah.
(3) Sistem
akuntansi pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat(1) meliputi
serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi
komputer.
Pasal 233 :
(1) Sistem akuntansi pemerintahan daerah
sekurang-kurangnya meliputi:
a. prosedur akuntansi penerimaan kas;
b. prosedur akuntansi pengeluaran kas;
c. prosedur akuntansi aset tetap/barang
milik daerah; dan
d. prosedur akuntansi selain kas.
(2) Sistem
akuntansi pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan
berpedoman pada prinsip pengendalian intern sesuai dengan peraturan pemerintah
yang mengatur tentang pengendalian internal dan peraturan pemerintah tentang
standar akuntansi pemerintahan.
UU No.
25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah:
1. Pasal 23 ayat (1), “Ketentuan tentang
pokok-pokok pengelolaan keuangan Daerah diatur dengan Peraturan Daerah.”
2. Pasal23 ayat (2), “Sistem dan Prosedur
pengelolaan keuangan Daerah diatur dengan Keputusan Kepala Daerah sesuai dengan
Peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).”
3. Pasal 27 ayat (1), “Pemerintah Pusat
menyelenggarakan suatu sistem informasi keuangan Daerah.”
4. Pasal27 ayat (3), “Ketentuan lebih lanjut
mengenai penyelenggaraan sistem informasi keuangan Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.” PP No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah:
1.
Pasal
14 ayat (1), “Ketentuan tentang pokok-pokok pengelolaan Keuangan Daerah diatur
dengan Peraturan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.”
2.
Pasal
14 ayat (2), “Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengatur
tentang :
a. kerangka dan garis besar prosedur
penyusunan APBD;
b. kewenangan keuangan Kepala Daerah dan
DPRD;
c. prinsip-prinsip pengelolaan kas;
d. prinsip-prinsip pengelolaan Pengeluaran
Daerah yang telah dianggarkan;
e. tata cara pengadaan barang dan jasa;
f. prosedur melakukan Pinjaman Daerah;
g. prosedur pertanggungjawaban keuangan;
h. dan hal-hal lain yang menyangkut pengelolaan
Keuangan Daerah.”
3.
Pasal
14 ayat (3), “Sistem dan Prosedur pengelolaan Keuangan Daerah diatur dengan
Keputusan Kepala Daerah sesuai dengan Peraturan daerah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1)”
4.
Pasal
14 ayat (4), “Pedoman tentang pengurusan, pertanggungjawaban, dan pengawasan
keuangan Daerah serta tata cara penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, pelaksanaan tata usaha keuangan Daerah dan penyusunan perhitungan
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.”

No comments:
Post a Comment