@abby_gabritnizt
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sistem perekonomian tidak bisa dilepaskan dengan kekuatan
politik indonesia yang kemudian ikut mempengaruhi sistem politik sperti
angkatan bersenjata, partai politk dan kalangan pengusaha padagang. Untuk mengamati dan menganalisa kekuatan
politik tampaknya sangat disarankan apabila si pengamat terjun langsung dan
mengamati secara langsung permasalahan yang akan mempengaruhi kekuatan politik
baik sistem, aktor dan peranan kultur terhadap politik.Kekuatan politik
kontemporer menampilkan diri sebagai partai politik, angkatan bersenjata,
pemuda, mahasiswa, kaum intelektual, dan golongan pengusaha serta kelompok”
penekan lainnya malah sebagi bentuk luar dan masalah” mendalam seperti
perkembangan pikiran, ideologi, nilai” dan stuktur sosial dan ekonomi.
Di Indonesia, Wawasan, teori dan pendekatan yang secara
sengaja mementingkan struktur sosial, ekonomi dan unsur” kesejarahan memang
belumlah berkembang disebabkan, dominasi yang kuat dari pendektan fungsionalisme-struktural
dalam studi politik setelah perang dunia kedua dan kuatnya harapan, mimpi dan
kemauan yang timbul segera setelah Indonesia memperoleh kedaulatan Politik.
B.
Rumusan Masalah
1.
Seberapa besar peran pers di dalam peta
kekuatan politik Indonesia?
2.
Seberapa besar kekuatan financial mempengaruhi
politik di Indonesia?
C.
Tujuan
1. Membahas
mengenai berbagai kekuatan politik yang dapat memberikan konstribusi pada
berkembangnya demokratisasi.
2.
Mahasiswa diharapkan dapat mehami peran
dan fungsi serta bekerjanya berbagai macam kekuatan politik
3.
Mahasiswa
diharapkan dapat menjelaskan macam-macam kekuatan politik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kekuatan Politik
Menganalisa kekuatan politik indonesia tidak terlepas
dari budaya politik yang dimiliki oleh indonesia yang berupa, ketidak jelasan
hierarki atau adanya sumber homogen, kecendrungan patronage/ clientilistic masa
orba, Neo-patrimonialistik sehingga minimnya civil society. Kekuatan politik
indonesia sedikit banyak telah menampakan diri melalui angkatan bersenjata,
partai politik, golongan intelektual dan mahasiswa, kelompok pedagang, pengusaha
dan profesional, serta kelompok penekan yang baru muncul semenjak dekade XX.
Namun,
kekuatan politik yang lebih dominan hadir pada masa Sistem Demokrasi Terpimpin
adalah Soekarno sebagai Presiden, Angkatan Bersenjata (khususnya Angkatan
Darat) dan Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai kajian utama dalam penelitian
buku ini. Ketiga kekuatan politik ini memiliki pengaruh yang sangat besar dalam
berjalanya proses pemerintahan
·
Politik di Indonesia Dikendalikan Kekuatan Finansial
Politikindonesia - Arah
politik yang sedang bergulir di Indonesia sampai saat ini masih cenderung
dikendalikan oleh kekuatan finansial yang hanya dimiliki oleh segelintir orang
saja. Banyak kasus yang telah menunjukkan bahwa kekuatan finansial masih sangat
menentukan arah serta kebijakan politik, khususnya dalam partai politik.
Pendapat tersebut
disampaikan oleh pakar Ilmu Politik dari Northwestern University Amerika
Serikat, Prof Jeffrey A Winters, saat memberikan kuliah umum di Universitas
Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (18/04).
Jeffrey menyebut
ada empat hal yang sangat mempengaruhi kekuasaan politik di Indonesia. “Di mana
kekuatan finansial merupakan faktor yang paling dominan, selain jabatan,
kekuatan mobilisasi, dan cara-cara kekerasan.”
Tanpa menyebut
terang partai politik tertentu, Jeffrey menyontohkan, pada kongres
nasional salah satu parpol di Indonesia, proses pemilihan ketua nasional justru
hanya mempertimbangkan kekuatan finansial para calon, tanpa melihat kapasitas
serta kemampuannya.
Bahkan, sambung
dia, kecenderungan kekuatan finansial dalam politik Indonesia justru semakin
mendegradasi keberadaan ideologi yang dianut oleh masing-masing parpol.
Fenomena ini
menjadikan politik di Indonesia hanya merupakan pertarungan antara segelintir
orang yang memiliki kekuatan finansial. Dan akhirnya, tujuannya jadi melenceng
hanya untuk mempertahankan keberadaan aset ekonomi semata.
"Harus
diakui bahwa saat ini sudah terjadi stratifikasi kekayaan, di mana konsentrasi
uang pada kalangan tertentu, dan akhirnya menjadi faktor paling dominan yang
menggerakkan politik Indonesia," tuturnya.
Bagi Jeffrey,
model inilah yang mengakibatkan proses politik di Indonesia justru kurang
memberi pendidikan politik bagi masyarakat.
B.
Fungsi Kekuatan Politik
Proses kekuatan politik dapat berlangsung
dengan baik, dapat dipahami jika kita melihat dari persfektif teoritis system
politik seuatu negar yakni dengan cara melakukan pendekatan yang disebut “teori
structural fungsional”. Teori ini bertitik tolak dari asumsi dasar, bahwa dalam system politik
terdapat fungsi-fungsi yang haru ada demi kelangsungan kekuatan politik itu
sendiri.
Fungi-fungsi yang dimaksudkan dalam system
politik itu adalah fungsi input dan fungsi output. Studi ini memusatkan perhatian pada fungsi
input yang terdapat di dalam struktur politik (infrastrukur politik)
seperti misalnya partai politik, kelompok-kelompok kepentingan dilihat sebagai
kekuatan –kekuatan politik menjadi ukuran dalam system politik.
·
Memahami Peranan Pers sebagai Civil Society
di Dalam Peta Kekuatan Politik Indonesia
Pers
merupakan bagian dari civil society, yang artinya ia berdiri sebagai
sebuah entitas yang berada di luar lingkup state. Hal yang menarik
adalah wacana mengenai pers sebagai civil society yang menjalankan
fungsi kekuasaan keempat (fourth estate) di dalam sebuah sistem negara
Demokrasi, setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Menurut Abdul Muis,
agar dapat memeroleh kedudukan tersebut, pers haru memiliki hak atau privelese
tertentu yaitu hak kritik, hak kontrol, dan hak koreksi. Juga hak khusus
bersyarat (qualified privilege) yang memungkikan pers bersifat
transparan dalam pemberitaannya. Misalnya, memberitakan secara detail
perdebatan sengit dan kejadian lain dalam sidang pengadilan, sidang lembaga
legislatif dan yudikatif.
Namun
bukan berarti dengan posisi sebagai kontrol sosial tersebut, bahwa pers harus
senantiasa berada di posisi sebagai oposisi pemerintah yang berjalan.
Peranannya lebih diarahkan kepada sifat independensi di dalam menyebarkan
transparansi tanpa rintangan dari pemerintah. Tanggung jawab yang utama dari
pers bukan kepada pemerintah, melainkan lebih kepada kode etik yang berlaku di
kalangan wartawan dan jurnalis.
Oleh
karena itu, di dalam peran ini, pers diharapkan untuk menonjolkan dua fungsi
utamanya, yaitu fungsi sebagai penyebar luas informasi dan fungsi untuk
mendidik. Pers diharapkan dapat menjadi media yang transparan di dalam
mengungkap kinerja pemerintah dan juga sekaligus memberikan pendidikan politik
kepada khalayak luas. Apabila dihadapkan kepada relevansi dengan pernyataan
bahwa pers adalah fourth estate di dalam sebuah sistem demokrasi, hal
itu beralasan namun dengan berbagai pertimbangan yang sifatnya mengikat. Hal
yang utama adalah perlunya pengawasan juga terhadap ‘lembaga pengawas’ ini.
Pengawasan dan kontrol terhadap pers dapat berasal dari masyarakat luas.
Apabila berita dari pers menimbulkan keresahan dari masyarakat karena tidak
relevan atau sudah menyinggung hal yang di luar sasaran, maka masyarakat dapat
melakukan kontrol langsung terhadap mereka. Contohnya adalah pendudukan Barisan
Ansor Serbaguna (Banser) ke kantor Jawa Pos di Surabaya pada tanggal 6 Mei
2000, karena menyangkut teknis pemilihan kata dan tidak terpenuhinya prinsip
jurnalistik dalam salah satu terbitan Jawa Pos.
Selain
sebagai agen pengawas pemerintah, pers juga dapat berperan sebagai pembentuk
opini publik, dengan menjalankan fungsi mereka sebagai pemengaruh. Hal ini yang
kemudian menjadi krusial di tengah pergesaran peta politik, karena opini publik
yang terbentuk tidak hanya berlaku kepada pemerintah yang sedang berjalan,
melainkan juga untuk oposisi dana kelompok-kelompok kepentingan dan kelompok
penekan lain yang berusah masuk ke dalam lingkungan pemerintah dan elit. Hal
ini tidak termasuk dengan pemuatan iklan politik di media mereka. Untuk masalah
ini, terdapat problema yang dilematis di tengah-tengah kalangan wartawan.
Sempat ada hal yang ambigu di antara ‘iklan politik’ dengan ‘karya
jurnalistik’. Contohnya adalah pemuatan artikel
mengenai keberhasilan pemerintah berjalan di dalam pengadaan swasembada pangan
dan alokasi APBN 20% untuk dana pendidikan. Apapun bentuknya itu (iklan atau
karya jurnalistik), nyatanya hal itu menimbulkan keuntungan bagi pemerintah
yang sedang berjalan tersebut.
Contoh
yang termutakhir adalah kisruh kasus Bank Century yang sedang marak belakangan
ini. Kegetolan pers dalam meliput berita tentang masalah ini, berujung kepada
tumbuh kembangnya gerakan masyarakat di mana-mana terhadap isu yang
bersangkutan. Memang pemerintah tidak sedang mengalami masa krisis akibat
gerakan yang timbul dari isu tersebut, namun setidaknya berbagai pemberitaan
tersebut sudah menurunkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah secara
keseluruhan. Hal ini yang kemudian menimbulkan opini di beberapa kelangan seperti
“rindu akan sosok JK yang cepat dan tegas dalam menindak masalah”. Artinya, JK
seakan memeroleh promosi gratis di tengah kabar miring yang diterima pemerintah
akibat pemberitaan-pemberitaan tersebut.
Selain
pers sebagai media yang bisa membawa dampak tidak langsung di dalam pergeseran
peta politik, mereka juga dapat membawa dampak dan pesan yang eksplisit
terhadap pergeseran tersebut. Misalnya sistem pers yang berlaku pada zaman
Demokrasi Terpimpin. Saat pers saat itu dijadikan media untuk melakukan
propagnda dan doktrinasi dari berbagai pihak. Muncul banyak karikatur dari
masing-masing media cetak yang menggambarkan ketidaksetujuan dan perlawanan
yang diusung oleh partai atau kalangan oposisi. Pada akhirnya pula, perang
media tersebut juga membentuk opini publik. Kalau di akhir cerita Demokrasi
Parlementer, PKI berhasil memeroleh posisi yang signifikan, hal itu tidak
terlepas dari peran pers di era tersebut. Dari kacamata sebaliknya, yaitu
mengenai tidak adanya pergeseran kekuatan politik di Indonesia, hal itu terjadi
di masa pers dibungkam oleh penguasa. Informasi yang mengalir ke bawah tentang
pemerintah hanyalah info yang baik-baik. Dengan kondisi tersebut, oposisi tidak
bisa berkutik menandingin hegemoni penguasa. Tidak ada alasan bagi rakyat untuk
tidak memilih pemerintah yang sudah ‘sukses’. Pers digunakan sebagai salah satu
mesin utama doktrinasi orde baru. Bagi pers yang menentang, akan dibredel dan
dicabut izin terbitnya. Itulah salah satu faktor utama penunjang langgengnya
era Orde Baru di bawah Presiden Soeharto.
Setidaknya, hal-hal tersebut yang
menandai betapa besar peran pers di dalam pergeseran kekuatan politik di
Indonesia. Kinerja pers bergantung pada rezim dan aturan yang dikeluarakan
disaat rezim itu berdiri. Itulah ciri yang menggolangkan pers sebagai sebuah civil
society di dalam sebuah negara. Pers tidak harus kontra pemerintah, namun
tidak berarti harus kontra oposisi pula. Perannya yang utama adalah fungsi pers
pertama, yaitu pembawa informasi, kendati hal yang berikutnya seringkali
terjadi, yaitu terbentuknya opini publik dan kemudian memengaruhi alur roda
pemerintahan.
C.
Jenis Kekuatan Politik Di Indonesia…………
Pada
dasarnya, banyak aspek potensial tertranformasikannya menjadi kekuatan poltik
sebagaimana yang dikatakan oleh Bachiat Effendy (2000: 197) yakni:
1.
Kekuatan-kekuatan politik yang formal mengambil
bentuk kedalam partai-partai politik & militer
2.
Sementara yang diartikan dengan kekuatan politik yang non-formal
adalah merupakan bagian dari bangunan civil society, dalam hal ini dapat
dimasukkan : dunia usaha, kelompok professional dan kelas menengah, pemimpin
agama, kalangan cerdik (intelektual, lembaga-lembaga (pranata-pranata
masyarakat), & media massa.
·
Kekuatan
Politik.
Dimensi
pokok permunculan dan perkembangan kekuatan politik kontemporer :
1. Politik, ekonomi dan masalah sosial yang tidak lagi menjadi masalah kaum bangsawan tetapi menjadi masalah masyarakat umum.
1. Politik, ekonomi dan masalah sosial yang tidak lagi menjadi masalah kaum bangsawan tetapi menjadi masalah masyarakat umum.
2.
Kuatnya peranan kelas menengah diseluruh bidang kehidupan.
3. Pemunculan, pertumbuhan dan perkembangan negara modern.
3. Pemunculan, pertumbuhan dan perkembangan negara modern.
4.
Muncul dan berkembangnya nilai”, filsafat dan ideologi yang memberikan dasar”
pengukuhan, pengesahan, dan rasionalisasi untuk menjalankan tatasusunan politik
dan konfigurasi kekuatan” politik baru.
·
Pendekatan
dan Cara Analisis Alternatif.
Ciri-ciri Pendekatan dan analisa
alternatif yang merupakan upaya untuk menghindari tuduhan yang telah
dilancarkan pada studi politik konvensional dan teori pembangunan politik bahwa
mereka teologis, ahistoris dan astruktural serta etnosentris, adalah :
1. Tidak lagi percaya bahwa gejala politik merupakan gejala yang bisa dipisahkan dengan gejala sosialyang secara konvensional dimonopoli oleh disiplin ilmu sosiologi,sejarah dan ekonomi, Pendekatan Indisiplinair.
1. Tidak lagi percaya bahwa gejala politik merupakan gejala yang bisa dipisahkan dengan gejala sosialyang secara konvensional dimonopoli oleh disiplin ilmu sosiologi,sejarah dan ekonomi, Pendekatan Indisiplinair.
2. Secara tegas mencoba untuk
memahami kembali Eropa secara lebih baik dan menyeluruh. Generalisasi
pengalaman Eropa tidak gejala” politik saja tapi juga masalah lain yang
berdampak pada gejala politik.
3. Berusaha untuk mentransendesi
dikotomi antara Eropa dan non Eropa.
· Pendekatan dan cara alternatif yang
digunakan adalah ;
1. Teori
Dependensia (ketergantungan), suatu kesadaran baru mengenai
keterbelakangan(underdevelopment) dimana keterbelakangan tidak bisa dipisahkan
dengan kemajuan malah sebagai fungsi dari kemajuan, keterbelakangan menampilkan
ketergantungan dengan kemajuan. Implikasinya :
a. Kekuatan politik di pandang
sebagai bentuk nyata yang mempertahankan dan melawan posisi ketergantungan baik,
analisa maupun ideologi.
b. Kekuatan politik
dunia ketiga dianggap sebagai kekuatan yang memiliki akar sejarah, yang
berkaitan dengan masalah struktur sosial dan ekonomi serta berkaitan dengan
perkembangan politik dan ekonomi diluar kawasan dimana kekuatan politik itu
tumbuh dan berkembang
2.
Pendekatan Sistem Dunia, Wallerstein, sistem dunia sebagai unit(kesatuan)
dengan suatu pembagian kerja tunggal dan berbagai sistem kebudayaan, perubahan
= sistem dengan totalitas. Pentingnya, memahami kekuatan politik di Dunia
Ketiga yang pokoknya adalah :
a.
Usaha untuk meletakan perkembangan politik dan ekonomi dunia ketiga kedalam
pergolakan ekonomi dan politik dunia yang memiliki logika internal, pembagian
kerja ekonomi dan politik serta dinamika dan potensi untuk perubahan dan
transformasinya.
b.
Perwatakan dan ciri” yang ditunjukan oleh negara didunia ketiga juga bisa
diuraikan logikanya dan diurut pertumbuhannya dalam kaitanya dengan
interaksinya dgn perekonomian dunia.
c.
Pendekatan ini menawarkan sesuatu logika pada perbedaan substansial antara
kekuata politik yang tumbuh diwilayah kapitalisme pusat dan yang tumbuh
diwilayah periferi sedemikian rupa, sehingga hubungan kekuatan politik dikedua
wilyah itu menjadi jelas, sekalipun tidak langsung dan masing” memainkan
peranannya dalam jaringan sistem ekonmi dunia.
Pendekatan ini maka dapatlah kiranya menempatkan kekuatan politik dunia
ketiga dalam sesuatu dinamika perubahan yang menyeluruh dan global sifatnya.
3.
Model negara birokratis-otoriter, kesadaran bahwa tekanan yang tak bisa
dihindarkan untuk melaksanakan industrilisasi pada gilirannya juga akan
mempengaruhi negara dan kekuatan politik. O’Donnel, peningkatan dan deepening
(pendalaman) industrialisasi akan menimbulkan ketegangan yang tak bisa
dihindarkan antara negara dan unsur masyarakat, yang mengandung potensi untuk
terjadinya krisis legitimasi suatu negara.
4.
Model Statisme Organis, kesadaran betapa hampir semua negara dunia ketiga
dihadapkan pada pilihan yang rumit : jalan memenuhi tuntutan dunia kapitalis
yang berarti pemaximalan liberalisasi dan persaingan serta pemaximalan
kepentingan pribadi demi tercapainya efisiensi dan perekonomian yang kompetitif
atau jalan yang mementingkan rakyat banyak yang mengandung tuntutan untuk
memaksimalkan kontrol ekonomi dengan perencanaan negara untuk mencapai
masyarakat politik monistik dan terintegrasi dengan menghilangkan otonomi kelompok”
yang ada dan pembangunan struktur dan nilai kolektif. Pentingnya, bahwa
pendekatan ini secara sadar berusaha untuk memberikan struktur dan logika
terhadap kebingungan dan kekacauan pikiran yang ditunjukan oleh berbagai
kekuatan politik yang ada di dunia ketiga.
5.
Pendekatan atau model negara dalam masyarakat Periferi, brusaha untuk
mempersoalkan kenyataan bahwa masyarakat dan ekonomi bekas jajahan, susunan
masyarakat dan ekonomi yang telah sekian lama diinkorporasikan atau digabungkan
kedalam ekonomi negara penjajah. Pentingnya, ekonomi negara penjajah itu
merupakan suatu rangkain yang, ketika penjajahan terjadi, mewakili suatu sistem
perekonomian yang dampak ekonomi, sosial, dan politiknya sangat mendalam dan
bersifat global yang sampai kini masih tetap bertahan yaitu kapitalisne.
Pendirian pendekatan ini adalah, jika memahami politik, kekuatan politik,
dinamika politik, dan pertumbuhan serta perwatakan negara di dunia ketiga
sebagai masyarakat dan ekonomi periferal maka pemahaman terhadap sistem kapitalisme
yang mengalami kelainan dan distorsi.

No comments:
Post a Comment